Eksperimen "Mustahil" Einstein Terlaksana, bukti Kejeniusan Albert Einstein.
siapa yang tak mengenal Albert Einstein, sang Ilmuwan jenius dan teori relavitas nya yang mengubah dunia zaman modern ini untuk terus menguak ada apa di luar sana. Baru- baru ini, kejeniusan sang Ilmuwan modern ini kembali membuat jagat raya berkicau tentang hebatnya dia dalam memprediksi dan memaparkan teorinya.
Pada tahun 1915, Albert Einstein pernah
berbicara mengenai efek yang disebut gravitational
microlensing ketika sedang mendiskusikan teori relativitas umum.
Efek ini terjadi ketika cahaya berbelok mengelilingi medan gravitasi sebuah
massa seperti bintang.
Prediksi tersebut kemudian dibuktikan pada tahun
1919 oleh Arthur Eddington yang mengukur posisi bintang di sekeliling gerhana
matahari. Ternyata, gravitasi matahari membelokkan cahaya bintang di sekitarnya
dan membuat gugusan bintang Hyades yang berada di balik matahari terlihat.
Melihat keberhasilan tersebut, Einstein kemudian
memprediksikan lebih jauh. Dia berkata bahwa cahaya sebuah bintang yang jauh
terlihat lebih terang ketika berbelok mengelilingi medan gravitasi sebuah obyek
di depannya. Sebab, ruang melekung di sekitar obyek tersebut bersikap seperti
lensa pembesar raksasa dan menciptakan efek gravitational
microlensing berupa lingkaran cahaya yang dinamakan cincin Einstein.
Namun, jarak bintang yang berjauhan membuat
Einstein pesimis prediksi tersebut bisa dibuktikan. Dalam laporan yang
dipublikasikan melalui jurnal Science pada
tahun 1936, dia menyebutnya sebagai sebuah fenomena yang mustahil dilihat
secara langsung.
Eistein dan Eddington
Siapa sangka, hampir 80
tahun kemudian, Hubble berhasil melaksanakan eksperimen mustahil tersebut.
Teleskop luar angkasa ini baru saja mengamati bagaimana sebuah bintang mati
yang terletak 18 tahun cahaya dari kita, Stein 2051B, membelokkan cahaya
bintang yang berada jauh di belakangnya.
Kailash Chandra Sahu dari Space Telescope
Science Institute, penulis utama studi yang dipublikasikan dalam jurnal Science tersebut, mengatakan kepada National Geographic 7 Juni 2017, aku
telah memikirkan masalah ini selama bertahun-tahun dan kita sendiri tidak yakin
(eksperimen) akan berhasil, tetapi eksperimen tersebut sangat layak dicoba.
Sebelum menemukan Stein 2051B, Sahu dan timnya
telah memeriksa sekitar 5.000 bintang yang dapat digunakan sebagai lensa. Namun, Stein 2051B keluar
sebagai pemenang. Objek ini adalah sebuah bangkai bintang kerdil berwarna putih
yang dulunya mirip matahari. Lalu, ketika ditemukan oleh para peneliti, Stein
2051B sudah akan selaras secara asimetris dengan bintang yang jauh di
belakangnya pada bulan Maret 2014.
Walaupun demikian, bukan berarti Sahu bisa
langsung mengamati fenomena tersebut. Sebab, pergerakan bintang di langit
sangatlah kecil.
Menganalogikan Stein 2051B sebagai bohlam dan
bintang di belakangnya sebagai kunang-kunang, Sahu menceritakan, bayangkan
sebuah kunang-kunang bergerak dari satu sisi koin ke sisi lainnya dan Anda
harus mendeteksi gerakan ini dari jarak sejauh 1.500 mil (sekitar 2.400
kilometer). Lalu, ada bohlam terang di sebelah kunang-kunang tersebut dan Anda
harus mendeteksi gerakan kunang-kunang dalam cahaya terang bohlam yang
menyilaukan.
Untuk melaksanakan eksperimen mustahil tersebut,
Sahu akhirnya meminjam mata tertajam manusia, teleskop Hubble, untuk mengamati
Stein 2051B sebanyak delapan kali dari bulan Oktober 2013 hingga Oktober 2015.
hubble telescope
Ternyata, prediksi
Einstein sekali lagi terbukti. Gravitasi Stein 2051B membelokkan cahaya bintang
“kunang-kunang” di belakangnya. Lalu, menggunakan cahaya tersebut, Sahu dan
timnya mengalkulasi massa Stein 2051B.
Berdasarkan kalkulasi mereka, bintang kerdil
yang hanya berukuran satu persen dari matahari ini memiliki massa kira-kira 68
persen dari matahari. Perkiraan ini hampir sama dengan teori yang yang
diusulkan oleh Subrahmanyan Chandrasekhar pada tahun 1930 that mengenai
interaksi kuantum mekanik di antara atom yang berada di pusat bintang.
“Teori (Chandrasekhar) memprediksi bahwa radius
bintang kerdil putih berkurang ketika massa meningkat dengan cara yang
spesifik, dan pengukuran massa kita secara tepat mengonfirmasikannya,” ucap
Sahu.
Selain itu, pengamatan Sahu juga mematahkan
perkiraan sebelumnya yang menyebutkan bahwa Stein 2051B memiliki pusat besi dan
lebih tua dari alam semesta. Dengan kata lain, bintang kerdil putih ini adalah
bangkai bintang yang sangat biasa.
Kini, Sahu dan koleganya berharap untuk mengukur
massa bintang-bintang lainnya, kemungkinan dengan menggunakan satelit Gaia
miliki European space Agency atau teleskop luar angkasa James Webb yang akan
segera diluncurkan oleh NASA.
sumber : kompas.com
No comments:
Post a Comment